Tamalatea, 21 April. Hari ini kita megenang bukan sekadar sosok perempuan bersanggul yang menulis surat dari balik tembok, tetapi roh perjuangan yang menyala terang dari hati yang tekurung oleh zaman. 150 tahun yang lalu, Raden Ajeng Kartini menulis bukan hanya untuk didengar oleh bangsanya, tapi juga untuk mengguncang dunia yang kala itu masih buta akan keadilan bagi perempuan, pendidikan, dan hak berpikir. Bayangkan di zaman ketika suara perempuan dianggap bisu, Kartini dengan cerdas memilih pena sebagai pedangnya dan pikiran sebagai tamengnya. Jika beliau bisa berjuang dalam keterbatasan itu, maka apa alasan kita yang hidup di zaman penuh peluang ini untuk berdiam diri?.
Untuk Majelis Guru yang Terhormat
Hari ini, dan bahkan jauh sebelumnya Ibu dan Bapak guru tentu bukan hanya sebagai pengajar saja. Anda adalah Kartini dan Kartono masa kini. Setiap kata yang Ibu Bapak ajarkan, setiap nilai yang kita tanamkan, merupakan cahaya kecil yang bisa menyalakan lentera dalam dada anak-anak kita. Kita Jangan pernah lelah. jangan penat. Karena dalam setiap peluh kita yang jatuh di papan tulis, di situlah masa depan bangsa ditulis ulang. Saya meyakini Ibu dan Bapak guru hadir di sekolah tidak hanya sekadar mengajar, melainkan lebih kepada menggerakkan, membangkitkan, dan menyadarkan. Semoga.
Untuk Ananda Siswa-Siswi SMAN 14 Batam
Ananda, hari ini kalian bukan hanya hadir untuk belajar seperti biasa. Hari ini, 21 April, kalian tampil istimewa. Para siswi mengenakan kebaya, dan para siswa mengenakan batik yang dipadukan dengan bawahan gelap. Kalian tampil anggun. Tapi ketahuilah lebih dari sekadar pakaian, yang paling penting adalah bagaimana kalian membawa diri, akhlak, dan cita-cita. Kalian adalah generasi yang tak lagi berjuang dari balik tirai jendela seperti Kartini. Dunia kini terbuka, tapi justru di sanalah perjuangan baru dimulai.
Di zaman yang riuh rendah ini, musuhmu bukan lagi penjajahan, tapi kemalasan, ketidaksadaran, dan kehilangan arah. Kartini memperjuangkan satu ruang untuk belajar, kalian kini punya ribuan sumber ilmu dalam genggaman. Maka jangan jadikan teknologi sebagai pengalih, tapi gunakan ia sebagai tangga menuju cahaya. Setiap kali kamu membaca, berdiskusi, atau menantang dirimu menjadi lebih baik kamu sedang melanjutkan perjuangan Kartini dalam bentuk yang paling nyata: menjadi manusia yang merdeka berpikir dan bermartabat.
Untuk Orang Tua yang Kami Hormati
Jika Kartini adalah api pertama yang menyalakan semangat emansipasi, maka Anda adalah pelita yang menerangi perjalanan anak-anak Anda hari ini. Dalam doa Anda, dalam kerja keras Anda, dalam setiap pelukan dan petuah sederhana di situlah benih masa depan ditanamkan. Mari kita rawat bersama nilai perjuangan ini. Didik anak-anak kita, baik putra maupun putri, dengan cinta dan kesempatan yang setara. Jangan biarkan keterbatasan ekonomi atau stereotip zaman menghalangi mimpi mereka. Sebab Kartini sejati bukan hanya dilahirkan tapi dibentuk oleh keluarga yang percaya pada harapan.
Analogi untuk Kita Renungkan
Bayangkan sebuah rumah gelap 150 tahun lalu. Di dalamnya, seorang perempuan muda duduk di sudut kamar dengan hanya satu lilin kecil. Tapi ia menulis. Dan karena ia menulis, kita membaca. Dan karena kita membaca, kita bangkit. Sekarang kita tinggal di rumah yang penuh cahaya listrik, dengan jendela terbuka, dan dinding transparan. Pertanyaannya: apakah kita hanya akan duduk tanpa melakukan apa-apa? Atau akan kita nyalakan lilin kita sendiri untuk menerangi dunia yang masih gelap di beberapa sudutnya? Mari jadikan Hari Kartini bukan hanya seremoni, tapi sumber energi baru untuk melangkah lebih jauh—dalam pendidikan, dalam pelayanan, dalam mimpi, dan dalam semangat memperjuangkan masa depan yang lebih terang.
Selamat hari Kartini. Teruslah melangkah dengan cahaya dari dalam dirimu. Karena masa depan, sekali lagi adalah milik mereka yang tidak takut untuk bermimpi dan berjuang.
Tamalatea, April 2025